Masa Depan
Kukira aku hanya ingin berhenti di tempat ini, tanpa pergeseran waktu, tanpa perputaran matahari. Ya, aku tahu betul, sejak dulu aku memang tak pernah mau tumbuh dewasa, TAK AKAN PERNAH. Tapi bagaimana jika aku tak bisa memilih? Aku tak bisa selamanya hidup dalam khayalan. Aku tak bisa selamanya berjalan-jalan santai mengamati fantasi liarku bergerak tak terkendali seperti buih air terjun niagara.
Hidup ini keras. Aku baru tahu maknanya. Ia tak akan membiarkanmu hidup dengan gratis. Tidak, tentu saja tidak. Ia akan meminta bayaran, dengan kejam. Mungkin dengan darah yang menetes dari nadiku yang berdenyut-denyut.
Semakin lama, ide tentang masa depan yang dengan pasti akan menghampiriku ini semakin membuatku gusar dan gerah. Aku tak yakin aku bisa bertahan hidup. Hanya dengan berbekal khayalan konyol di dalam ranselku atau angan-angan lain yang secara tak sengaja menempel di bawah sol sepatu karetku.
Aku tak bisa diam saja saja melihat diriku sendiri mulai menghancurkan setiap selnya satu persatu. Aku tak boleh diam saja.
Ide hebat! Lalu bagaimana? Aku membayangkan masa depanku di sebuah kota futuristik dengan segala sistem otomasinya yang canggih. Naik skteboard jet, berpakaian hitam-hitam, dan menembaki penjahat yang berusaha kabur.
Tapi kupikir aku harus men-set ulang otakku –LAGI. Dan rasanya bukan hal seperti itu yang seharusnya kuinginkan saat aku tua nanti –kalau aku masih hidup.
OKE, tapi aku sudah menangkap ide dasar fantasiku yang semakin lama semakin tak terkontrol ini.
PAHLAWAN.
Setelah semua kejadian yang kualami, aku mulai berhenti berpikir muluk-muluk. Aku sepertinya lebih memilih untuk menjadi pahlawan bagi diriku sendiri, yang menyelamatkanku dari..neraka misalnya.
Mungkin aku bisa mewujudkan cita-citaku yang lain; Menghilangkan Semua Jenis Penderitaan di Dunia Ini. Penderitaan Saudara-saudaraku. Dan nantinya kami semua akan masuk surga bersama-sama.
Kau tahu? Otakku benar-benar berkabut saat memikirkan masa depan. Tapi aku masih yakin, kalau bisa, aku akan tetap diam di tempat ini. Tidak bertambah tua, dan tidak meningalkan masa kanak-kanakku yang dipenuhi khayalan menyenangkan. Walau semua makhluk di seluruh alam semesta ini menyeret kakiku untuk terus berjalan. Tapi, yah, seperti yang kau tahu...aku tak bisa berkata tidak pada kehendakNYA.